Silahkan Melihat Karya-Karya yang Ada Pada Kami

Rabu, 23 September 2009

Kalian Cetak Kami Jadi Bangsa Pengemis, Lalu Kalian Paksa Kami Masuk Masa Penjajahan Baru, Kata Si Toni

Kami generasi yang sangat kurang rasa percaya diri
Gara-gara pewarisan nilai, sangat dipaksa-tekankan
Kalian bersengaja menjerumuskan kami-kami
Sejak lahir sampai dewasa ini
Jadi sangat tepergantung pada budaya
Meminjam uang ke mancanegara
Sudah satu keturunan jangka waktunya
Hutang selalu dibayar dengan hutang baru pula
Lubang itu digali lubang itu juga ditimbuni
Lubang itu, alamak, kok makin besar jadi
Kalian paksa-tekankan budaya berhutang ini
Sehingga apa bedanya dengan mengemis lagi
Karena rendah diri pada bangsa-bangsa dunia
Kita gadaikan sikap bersahaja kita
Karena malu dianggap bangsa miskin tak berharta
Kita pinjam uang mereka membeli benda mereka
Harta kita mahal tak terkira, harga diri kita
Digantung di etalase kantor Pegadaian Dunia
Menekur terbungkuk kita berikan kepala kita bersama
Kepada Amerika, Jepang, Eropa dan Australia
Mereka negara multi-kolonialis dengan elegansi ekonomi
Dan ramai-ramailah mereka pesta kenduri
Sambil kepala kita dimakan begini
Kita diajarinya pula tata negara dan ilmu budi pekerti
Dalam upacara masuk masa penjajahan lagi
Penjajahnya banyak gerakannya penuh harmoni
Mereka mengerkah kepala kita bersama-sama
Menggigit dan mengunyah teratur berirama

Sedih, sedih, tak terasa jadi bangsa merdeka lagi
Dicengkeram kuku negara multi-kolonialis ini
Bagai ikan kekurangan air dan zat asam
Beratus juta kita menggelepar menggelinjang
Kita terperangkap terjaring di jala raksasa hutang
Kita menjebakkan diri ke dalam krangkeng budaya
Meminjam kepeng ke mancanegara
Dari membuat peniti dua senti
Sampai membangun kilang gas bumi
Dibenarkan serangkai teori penuh sofistikasi
Kalian memberi contoh hidup boros berasas gengsi
Dan fanatisme mengimpor barang luar negeri
Gaya hidup imitasi, hedonistis dan materialistis
Kalian cetak kami jadi Bangsa Pengemis
Ketika menadahkan tangan serasa menjual jiwa
Tertancap dalam berbekas, selepas tiga dasawarsa
Jadilah kami generasi sangat kurang rasa percaya
Pada kekuatan diri sendiri dan kayanya sumber alami
Kalian lah yang membuat kami jadi begini
Sepatutnya kalian kami giring ke lapangan sepi
Lalu tiga puluh ribu kali, kami cambuk dengan puisi ini





Oleh : Taufiq Ismail

Bayi Lahir Bulan Mei 1998

Dengarkan itu ada bayi mengea di rumah tetangga
Suaranya keras, menangis berhiba-hiba
Begitu lahir ditating tangan bidannya
Belum kering darah dan air ketubannya
Langsung dia memikul hutang di bahunya
Rupiah sepuluh juta


Kalau dia jadi petani di desa
Dia akan mensubsidi harga beras orang kota
Kalau dia jadi orang kota
Dia akan mensubsidi bisnis pengusaha kaya
Kalau dia bayar pajak
Pajak itu mungkin jadi peluru runcing
Ke pangkal aortanya dibidikkan mendesing


Cobalah nasihati bayi ini dengan penataran juga
Mulutmu belum selesai bicara
Kau pasti dikencinginya.




Oleh : Taufiq Ismail

Minggu, 20 September 2009

Puisi Cinta Sejati

Puisi adalah ungkapan hati sanubari...
Aku mengibaratkan diri ini laksana burung Merpati yang terbang diatas samudra luas...
Dengan sayap terluka dan nyaris patah...

Tiada ranting untukku hinggap...
Tak ada bumi untukku berpijak....
Hanya langit nun jauh diatas sana yang tak bisa kugapai....

Cinta sejati yang selama ini kubina musnah bersama angin...
Terbawa terbang ke negeri antah berantah...
Kucoba menguak tabir yang menyelimuti diri...
Tuk kembali mendapati cinta sejati...





Sumber : www.perpustakaan-online.blogspot.com

Dan

dan,
ketika hujan tak lagi membasahi palung bumi,
sanggupkah engkau hidup dalam kemarau yang abadi,
tanah yang miris teriris oleh panasnya matahari
menjadi debu dan terbang dalam angin kemarau yang sendu
bisakah jasadmu memakan humus-humus kerontang yang tak dapat lagi dicerna oleh batang tubuh yang kurus
lagi dan lagi
satu per satu
kau pun akan menjadi waktu yang siap diputar untuk ditinggalkan
karena tak mungkin kau panggil penghujan
dia telah tumbuh menjadi badai, berhembus dalam liarnya kehidupan
jika aku tiada kelak
membawa bayang-bayangku menembus 6 lapisan langit
rindukah engkau dengan segala rasa yang telah aku hidupkan dalam hujan yang menghilang
adakah membekas dihatimu, sahabat.
tak sadarkah, kemarau telah melenyapkanku
karena ketiadaan kesejukan
aku nestapa dan musnah diterpa kebodohanku sendiri
sahabat, kasih ini begitu begitu sulit didapat, disinggahi ruang-ruangnya
walau aku telah melewati kemarau




Oleh : Ichi

Luka Hati

Aku disini terdiam
Tersentak tanpa kata
Seakan dunia gelap oleh kabut
Seolah cahaya hilang di telannya

Ku mencintai bukan membenci
Ketika ku coba untuk memahami
Arti cinta sebnarnya
Tapi kenapa hanya luka yang ku dapat

Kini ku coba untuk merajut kembali sehelai demi sehelai
Ketika rajutan itu akan utuh kau hancurkan dengan
Dengan sebuah silet tajam
Kau sayat seolah kau tak mempuyai rasa

Aku hanya bisa terdiam melihatnya
Seakan pasrah dengan semua
Karma ku mencintai
Buka ,aku yang di cintai

Semoga kau bahagia
Dengan luka ku ini
Semoga kau tenang
Dengan pederitaan hati

Sesungguhnya tuhan melihat
Mendengar
Dan mersakan
Apa yg kurasa
Dia tak diam
Tapi dia selalu mendengar do’a ku

Suatu saat kau akan tau
Arti cinta sebenar nya..






Oleh : Evan

Ratapan Dalam Duka

Tak akan lagi aku sanggup
Mengepak saya mengitari bumi
Menyibak kabut di pagi
Sungguh aku tak akan sanggup
Walau hanya memandang dunia

Sebab badan ini
Menanggung sakit tiada bertabib
Menanggung lara tiada pelipur
Dirangka sayapku yang patah
Melawan badai tadi siang

Sebab badan ini
Menanggung sakit tiada bertabib
Menanggung lara tiada pelipur
Dihati yang tersayat oleh rasa
Melawan benci diruang cinta

Sebab badan ini
Menanggung sakit tiada bertabib
Menanggung lara tiada pelipur
Dijantung yang tertusuk duri
Hingga aku tiada tersadar lagi
Bahwa aku telah mati






Oleh : Achmad

Kegagalan Bukan Akhir Dari Perjalanan

Perjalanan manusia penuh dengan lika-liku
Selalu berbeda tanpa batas ruang dan waktu
Kegagalan kadang kala menyakitkan kalbu
Jika tiada pembimbing bagi hati yang pilu

Ketika akhir dari tujuan tidak menjadi milik anda
Hanya keikhlasanlah yg menolong pedihnya jiwa
Tatkala kegagalan terus membayangi langkah kita
Pasrahkanlah segalanya pada Sang maha Bijaksana

Percayalah bahwa Sang Pencipta maha mengetahui
Sehingga sanubari senantiasa berdzikir tanpa henti
Renungkanlah makna hidup setiap insan di dunia ini
Niscaya kebahagiaan akan merasuk dalam ruang hati

Kegagalan bukan akhir dari suatu perjalanan
Karna ia hanya sebatas ujian dalam kehidupan
Kerinduan akan kebahagiaan selalu didapatkan
Bagi seorang yg berfikir bahwa hidup adalah ujian

Jadilah hamba Allah yang baik saat menyikapi segala cobaan
Sehingga jiwa yang tenang menghampiri nuansa kebahagiaan
Tataplah masa depan melalui doa dalam langkah kemenangan
Karna tiada hal yang sia-sia dalam setiap jalan pengorbanan






Oleh : Robby Philosophy

Sabtu, 19 September 2009

Selamat Datang Kembali, Sayang

***
Angin syahdu mendendang senandung merdu
bait demi bait terlantun,
mekarkan kembang hidupkan taman.

Ini kisah gembira, tentang kembalinya sang Bayu nan
teduh;
Sang kawan sejati,
Sang teman sehati,
kala menatap Cinta.

Dinda, mengapa pergi demikian lama?
Tak tahukah engkau rindu tlah menggunung?

Kini engkau kembali, wahai putri jelita
Kini kerinduan tlah terobati,
Berganti gejolak yang tak kalah merisaukan;
Penantian akan Senyum yang kau tebar,
Senyum termanis dari jiwa yang Indah.

Dan,
Tanganpun terulur sambut semerbak kembang setaman;
"Mari dinda, warnai samudra dengan goresan pena."





Oleh : Kahlil Gibran

Hati yang Terluka

Wahai, hati yang terluka...
Bacakanlah semua itu dalam keharibaanNya...
Dan katakan kepadaNya: semua ini ku pasrahkan kepada Mu...

Untuk orang bodoh yang membuat Dia terluka....
Tidak sepatutnya Kau mendapatkan untaian tabir hati itu...
Dan alangkah tinggi derajat mu, walaupun kau menyakiti...

Wahai, hati yang terluka...
Sekarang torehkan lembaran baru dalam sajak berjudul "Yang Terbaik Bukanlah Dirimu"....
Dan hapuslah coretan merah dalam perjalanan mu itu..
Niscaya esok hari mimpi dan keinginan mu tertata lebih baik...




Oleh : Whandie

Rabu, 16 September 2009

Makna Sebuah Titipan

Sering kali aku berkata,
ketika orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan Nya,
bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya,
bahwa putraku hanya titipan Nya,
tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya,
mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat,
ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka,


kusebut dengan panggilan apa saja
untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan,
Seolah semua "derita" adalah hukuman bagiku.
Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika :
aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan
Nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan Kekasih.
Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku", dan menolak keputusanNya yang tak sesuai keinginanku,
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan,
hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah...
"ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja"





Oleh : W.S. Rendra

Rumpun Alang-alang

Engkaulah perempuan terkasih, yang sejenak kulupakan, sayang
Kerna dalam sepi yang jahat tumbuh alang-alang di hatiku yang malang
Di hatiku alang-alang menancapkan akar-akarnya yang gatal
Serumpun alang-alang gelap, lembut dan nakal

Gelap dan bergoyang ia
dan ia pun berbunga dosa
Engkau tetap yang punya
tapi alang-alang tumbuh di dada





Oleh : W.S.Rendra

Surat Cinta

Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur yang gaib,
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah,
Wahai, dik Narti,
aku cinta kepadamu !

Kutulis surat ini
kala langit menangis
dan dua ekor belibis
bercintaan dalam kolam
bagai dua anak nakal
jenaka dan manis
mengibaskan ekor
serta menggetarkan bulu-bulunya,
Wahai, dik Narti,
kupinang kau menjadi istriku !

Kaki-kaki hujan yang runcing
menyentuhkan ujungnya di bumi,
Kaki-kaki cinta yang tegas
bagai logam berat gemerlapan
menempuh ke muka
dan tak kan kunjung diundurkan

Selusin malaikat
telah turun
di kala hujan gerimis
Di muka kaca jendela
mereka berkaca dan mencuci rambutnya
untuk ke pesta
Wahai, dik Narti
dengan pakaian pengantin yang anggun
bunga-bunga serta keris keramat
aku ingin membimbingmu ke altar
untuk dikawinkan
Aku melamarmu,
Kau tahu dari dulu:
tiada lebih buruk
dan tiada lebih baik
dari yang lain...
penyair dari kehidupan sehari-hari,
orang yang bermula dari kata
kata yang bermula dari
kehidupan, pikir dan rasa

Semangat kehidupan yang kuat
bagai berjuta-juta jarum alit
menusuki kulit langit:
kantong rejeki dan restu wingit
Lalu tumpahlah gerimis
Angin dan cinta
mendesah dalam gerimis.
Semangat cintaku yang kuta
batgai seribu tangan gaib
menyebarkan seribu jaring
menyergap hatimu
yang selalu tersenyum padaku

Engkau adalah putri duyung
tawananku
Putri duyung dengan
suara merdu lembut
bagai angin laut,
mendesahlah bagiku !
Angin mendesah
selalu mendesah
dengan ratapnya yang merdu.
Engkau adalah putri duyung
tergolek lemas
mengejap-ngejapkan matanya yang indah
dalam jaringku
Wahai, putri duyung,
aku menjaringmu
aku melamarmu

Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
kerna langit
gadis manja dan manis
menangis minta mainan.
Dua anak lelaki nakal
bersenda gurau dalam selokan
dan langit iri melihatnya
Wahai, Dik Narti
kuingin dikau
menjadi ibu anak-anakku !


Oleh : W.S. Rendra

Senin, 14 September 2009

Berita Alam

Hailintar menggelegar, daun-daun berguguran
Langit biru menghilang
Burung terbang tinggalkan sarang
Rintik hujan berjatuhan, payung-payung dikenakan
Pohon tumbang tercabut dari akarnya
Awan hitam semakin mengembang
Kulangkahkan kakiku menuju cakrawala
Gapai harapan mimpi indah
Kupetik senar gitarku nyanyikan lagu tra la la
Merah putih sudah kusam warnanya
Burung garuda entah terbang kemna
Pancasila tak lagi bermakna
Indonesiaku tertutup wajahnya
Badai datanglah hentak kegersangan
Hujan turunlah sirami kekeringan
Mentari terbitlah ubah kesuraman alam ini, negri ini..




Oleh : Ahmadi

Buat Kamu

kagen itu selalu tumbuh menjalari seluruh tubuh,
bagai air yang selalu mengalir
hanya ia yang mengerti…
Lalu,

biarkanlah angin menyapu pasir
membawanya terbang bertemu awan
bersimpuh, menanti kening langit tak berkerut lagi,,
Lalu ia kehilangan cahaya surya,
berganti kelabu beku,
sampai kau menangis…
berteriak dan menghasilkan petir..
dan..

ketika tangis terasa tak berarti,
ia datang menghadiahkan mu.,
sebuah pelangi…




Oleh : Tito

Entah

Harapan…
Kini sirnah, saat lara ini tak memanggil
Sunyi sekali rasa yang aq genggam
Hingga quw tak dapat mengartikannya…
hening rasanya diri ini
Bertepuk duka, ratapan kepiluan
Hati hancur!!!!
Karena….
aq tak bisa menggapaimu,
Mendekapmu kedalam balutan kasih quw
Entah!!!!
Apa yang aq rasa…
Entah!!!!
Apa yang aq ucap…
Semuanya kelam, seperti masa HILANG




Oleh : vivie restiana

Kau Telah Pergi

kini hatiku hampa
kini hatiku sepi
tanpa kau ada disisi

aku tak tahu
apa hatimu masih milikku
tak ada lagi tawamu
tak ada lagi kasih sayangmu

tinggalkan smwa cerita
tentang kau dan aku
aku tak bisa berfikir..
karena kau..

kau yang telah pergi tinggalkanku
menangis dan terluka oleh cintamu
dan tak sedikitpun kau peduli itu

apakah hatimu telah tertutup untukku?
apakah tak ada t4 lagi untukku?

tak akan aku ingat lagi
sakit hati yang telah kau buat
aku akan merelakanmu pergi
biarlah aku yang mengalah

pergilah..
kembali padanya..
dan lupakanlah aku..

karena aku bukan yang terbaik untukmu




Oleh : Peeaiiamm

Hamparan Mutiara

Sepi hening dikeramaiyan
menatap hari tanpa dedaunan
tak satupun serpian daun menerawang
menutupi diri dalam ketenangan
berdiri sepi menatap rembulan
ditemani sang kekasi malam
hamparan mutiara bersinar terang
tanpa bunyi rembulan malam
diri runtuh benuh ke iklasan
menuntun diri mengharap penerangan
wujut nyata tanpa bayangan
mensyukuri indahnya alam
merunduk alam tanpa angin
menitih air dari sang rembulan
melepas angan angan nenunggu ke iklasan
agar datang ketenangan



Oleh : Nadhika

Cinta dan Kecewa

Cinta itu rumit hingga tak dapat kuberkelit,
Semua itu angkara namun knapa merasa bangga akannya.
Coba mengerti tapi tak tahu maksud,
Coba percaya namun hanya curiga dimata,
Cinta bukan menyebut knapa selalu menyalahkan hal tersebut.
Cinta mesti setia namun kenapa selalu menyangka.
kenapa tak pergi saja jika sepi selalu selimuti.
Tak pekakah dengan semua.
Dahan itu rapuh kenapa dipatahkan,
Kecewa namun tertawa…..



Oleh : Ayub Alhakam

Menyibak Kegelapan

Kehidupan memang bagaikan sebuah permainan,
Kita tak tau apa hasil yang akan kita dapatkan,
Mungkin kita kalah, mungkin kita menang.

Propabilitas menetukan,
Berapa persen peluang yang didapat,
Tergantung bagaimana kita memanfaatkannya.

Jika kita seorang petualang,
Kita pun tak tau jalan seperti apa yang akan kita lalui,
Naik, tutun, berkelok atupun lurus.

Matematika mengibaratkan,
Seperti garis horizontal, vertikal dan diagonal.

Fisika pun tak mau kalah,
Dengan teorinya tentang gelombang,
Menyebutkan penghantaran suara seperti naik dan turun.

Begitupun music,
Yang menyusun setiap nadanya dari yang rendah sampai yang tinggi.

Realita pun berkata,
Seperti jarum jam yang selalu berputar,
Kadang diatas, kadang dibawah ke kanan maupun ke kiri.

Bagaimana jika kita berkaca ?
Kita diberi beberapa pilihan,
Kaca cembung, yang kecil dibesarkan,
Kaca cekung, yang besar dikecilkan,
Kaca datar, yang tinggi direndahkan,

Tak akan pernah sama keadaan sebenarnya.

Lebih baik bercerminlah dengan hati nurani,
Karena yang kecil tidak dibesarkan, yang besar tidak dikecilkan,
Yang rendah tidak ditinggikan, yang tinggi tidak direndahkan.

Tak ada sesuatu yang akan sempurna.



Oleh : A. Sidiq P.

Sahabatku yang Tertindas

Wahai engkau yang dilahirkan di atas ranjang kesengsaraan,
diberi makan pada dada penurunan nilai,
yang bermain sebagai seorang anak di rumah tirani,
engkau yang memakan roti basimu dengan keluhan dan meminum air keruhmu bercampur dengan airmata yang getir.
Wahai askar yang diperintah oleh hukum yang tidak adil oleh lelaki yang meninggalkan isterinya,
anak-anaknya yang masih kecil,
sahabat-sahabatnya,
dan memasuki gelanggang kematian demi kepentingan cita-cita, yang mereka sebut ‘keperluan’.


Wahai penyair yang hidup sebagai orang asing di kampung halamannya, tak dikenali di antara mereka yang mengenalinya,
yang hanya berhasrat untuk hidup di atas sampah masyarakat dan dari tinggalan atas permintaan dunia yang hanya tinta dan kertas.
Wahai tawanan yang dilemparkan ke dalam kegelapan kerana kejahatan kecil yang dibuat seumpama kejahatan besar oleh mereka yang membalas kejahatan dengan kejahatan,
dibuang dengan kebijaksanaan yang ingin mempertahankan hak melalui cara-cara yang keliru.
Dan engkau, Wahai wanita yang malang,
yang kepadanya Tuhan menganugerahkan kecantikan.
Masa muda yang tidak setia memandangnya dan mengekorimu,
memperdayakan engkau,
menanggung kemiskinanmu dengan emas.
Ketika kau menyerah padanya, dia meninggalkanmu. Kau serupa mangsa yang gementar dalam cakar-cakar penurunan nilai dan keadaan yang menyedihkan.
Dan kalian, teman-temanku yang rendah hati,
para martir bagi hukum buatan manusia.
Kau bersedih, dan kesedihanmu adalah akibat dari kebiadaban yang hebat,
dari ketidakadilan sang hakim, dari licik si kaya,
dan dari keegoisan hamba demi hawa nafsunya Jangan putus asa,
kerana di sebalik ketidakadilan dunia ini,
di balik persoalan, di balik awan gemawan,
di balik bumi, di balik semua hal ada suatu kekuatan yang tak lain adalah seluruh kadilan, segenap kelembutan, semua kesopanan, segenap cinta kasih.
Engkau laksana bunga yang tumbuh dalam bayangan.
Segera angin yang lembut akan bertiup dan membawa bijianmu memasuki cahaya matahari tempat mereka yang akan menjalani suatu kehidupan indah.Engkau laksana pepohonan telanjang yang rendah kerana berat dan bersama salju musim dingin. Lalu musim bunga akan tiba menyelimutimu dengan dedaunan hijau dan berair banyak.Kebenaran akan mengoyak tabir airmata yang menyembunyikan senyumanmu. Saudaraku, kuucapkan selamat datang padamu dan kuanggap hina para penindasmu.




Oleh : Kahlil Gibran

Sajak Ketika Aku Bersujud

Tuhan…
hari itu aku berdosa
hari ini aku tobat
dan esok aku lupa akan akad ku…
aku tertawa bersama-Mu
saat aku bersujud
aku terbang ke dalam diri-Mu

aku memanja pada-Mu
entah apa yang membawaku kepada-Mu
tapi aku yakin bahwa aku telah berada pada-Mu

Tuhan…
tahukah Engkau bahwa ketika aku menangis
ternyata aku temukan kebahagiaan yang sebenarnya berikan
lewat tangisku..

Tuhan…




Oleh : Kahlil Gibran

Mahligai Kasih

Anak-anakku, Kau bangun mahligai cinta di taman kehidupanmu yang teduh hari ini

Kembang kasih tengah mekar di hatimu Bersemi, Merajut hari-hari, yang telah lama kau titi Kau tengadahkan jiwa dalam lantunan tembang kesyukuran abadi

Tetapi, kutitip pesan untukmu, anak-anakku Taman bathin yang kau sirami dengan cahaya harapan dan keindahan tak kan selalu cerah, meski tak kering berkah

Jika kau tatap jaman di kejauhan engkau tengah berlayar di arung Samudera raya di antara karang, topan dan bulan purnama

Perjalananmu panjang, anakku dan tak miskin rintangan serta godaan Namun, layar telah kau kembangkan Jangan surut dan tertinggal di buritan

Satukan jiwamu, jemput masa depanmu, di tanah kemenangan Abadi dalam keberkahan Tuhan

Oleh : Dr. Susilo Bambang Yudhoyono

Kasih Dan Kehidupan

Halusnya jari-jari lentik memetik gitar di halaman belakang ketika anggrek bulan tengah mekar

Merdunya tembang penyanyi tua dalam lantunan kasih dan getar rindu suka cita di masa silam

Ya, Rabbana teduh jiwaku dalam syukur ketika kau turunkan rahmat di kehidupan yang bening dan tulus

Meski hatiku terus berkelana di liku bukit medan kembara langkahku tak sesat, atau terjatuh di ngarai tandus tak bersahabat karena di balik cakrawala kulihat mentari pagi berdendang melambai menabur kasih dan cahaya kehidupan


Oleh : Dr. Susilo Bambang Yudhoyono

Selamat Malam Cinta

Cinta memanggilku
Segera kuberlari meghampiri
Meski harus kutempuh
jalan berbatu dan berliku
Kan kuserahklan diri
kedalam rangkulan sayap2nya
Sekalipun duri2 yg bersemayam dibalik sayapnya
akan melukaiku
Ku bisikan cinta
Mungkin cinta kan membawaku
terbang tinggi ke kumpulan bintang2
Namun dia juga akan mencabik2
Satu nafas terhembus adalah kata
Angan, debur, dan emosi tercampur
Dalam jubah terpautanTangan kita terikat…
bibir kita menyatu
Maka setiap apa yang terucap
Adalah sabda pandita ratu
Di luar itu pasirDi luar itu debu
Hanya pasir meniup saja lalu hilang
Terbang tak ada
Tapi kita tetap menari
Tarian cuma kita yang tahu
Jiwa ini adalah tanduDuduk saja

Oleh : buddy

Bahagialah Malammu........

Malam datang...
Kupeluk sepi,lalu datang hening...
Meski ada galau yang mengusik desahmu,
Semoga kamu tetap terlelap dalam buaian mimpi terindah...
Bahagialah malammu...
Berbungalah mimpimu...




Oleh : Embun Pagi

Sujudku Untuk Malammu

Di ujung malam yang berjelaga,
Kurajut hening dan cipta...
Mencoba merasakan lelahmu...
Hening dan ciptaku membawa nafas do’a untuk keindahan dlm tidurmu...
Sujudku untuk malammu,
Do’aku untuk senyum terteduh dalam mimpimu...




Oleh : Embun Pagi

Dibalik Tirai-Tirai Cinta

Setahun sudah cintaku berlalu,
Meninggalkan seribu kenagnan,sejuta makna...
Di hati peuh balutan luka..
Yang kau tinggalkan sbagai kenangan..
Tiadalah daya ku melupakanya,
Meski kutau kau tlah berdua..
Dibalik tirai-tirai cinta itu..



Oleh : Embun Pagi

Kembali

Wahai hujan tutupilah air mataku sinyalir air hujan bercucuran,
agar kerinduanku selalu bersembunyi didinginnya keadaan,, andai aku bisa menyelubungi waktu, kembali kemasa lalu tepatnya aku bertemu dan bersamamu, hingga aku merasa kau lah cinta, hidup dan matiku,
Tanpa penolakkan aku ingin kembali,,
Apa kau merasa peduli???



Oleh : Listia

Malamku kembali Dingin

Apa kabar malamku?
Masih bersembunyikah Kau di dalam Kabutmu?
Bersemayamkah Dinginmu di balik semak belukar?
Jangan Urungkan untuk terbitkan Pagiku…
Bangunkan Aku dari sergap lelap bersamanya…
dan Sadarkan Aku…

Bahwa sudah tak lagi ada disana,
Hati yang memiliki Kehidupan,
Jiwa yang selalu merasa Hidup,
“When I Give My Love to You”

Sebuah bentuk Hari dimana Hari itu mampu bersemayam,
Diam penuh Kedamaian hingga waktu nanti,
“When I took Your Hand”
“Never Let You Go again”
“and Give my Shoulder to Cry”




oleh : NN

Nuansa Pagi

daun daun basah berlumurkan embun pagi yang dingin
udara sejuk bak di atas pegunungan
burung burung berkicauan
tebukalah setiap mata insan dari tidurnya
sayup sayup suara mobil melintas
matahari mulai menampakan sosoknya
pagi beranjak siang.

daun daun mati kekeringan oleh polusi udara
udara pengap bak di dlm sebuah botol
burung burung lenyap
tertutuplah setiap detik.a mata insan
mobil mobil berderet memenuhi jalan
matahari pun mulai barsembunyi kembali
siang beranjak malam

daun daun kembali menumbuhkan pucuknya
udara kotor yang mulai menghilang sejenap
burung burung berganti kelalawar
tertutuplah mata setiap insan
mobil pun tak ada
bulan mulai muncul ke atas
malam beranjak pagi






Oleh : GAD

Mengejar Mimpi di Pasar Pagi

Krieet….krieeet….
Sayup kudengar suara itu
Suara yang sama pada jam yang sama
Bunyi sepeda onthel Ibu Narni
Ah…Ibu yang tak kenal lelah dan takut
Berjuang demi ketiga anaknya
Hatiku miris….
Dia berjuang sendiri meski punya suami
Huuuft…hanya desah nafas yang keluar dari mulutku
Dan hanya untaian kata sederhana ini yang mampu ku rajut

Pada malam malam panjang

Kau telah merancang

Saat semua terlena dalam mimpi

Kau sibuk menguntai lembar demi lembar mimpi

Semua masih terlelap

Jalan jalan pun lengang dan gelap

Kau lempar kantuk banting lelah

Diatas sepeda tua

Berpacu dengan waktu

Mengejar asa

Dengan sekeranjang rebung dan daun ketela

Kau menunggu dengan sabar

Diantara teriakan pembeli dan penjual yang hingar bingar

Bibirmu lirih bergumam

Ikuti sayup rapal do’a di kejauhan

Sambil sesekali ikut berteriak tawarkan dagangan

Wajahmu tersenyum nanar

Antara harap dan cemas

Akankah ikatan ikatan yang kau jalin terjual amblas

“Lia”



Oleh : Lia Salsabila

Cintaku Jauh Di Pulau

Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri

Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya.

Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja,”

Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.



Oleh : Chairil Anwar

Sajak Putih

Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah…



Oleh : Chairil Anwar

Doa

kepada pemeluk teguh

Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu

Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh

cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

aku hilang bentuk
remuk

Tuhanku

aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling




Oleh : Chairil Anwar

Hampa

kepada sri

Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.



Oleh : Chairil Anwar

Penerimaan

Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati

Aku masih tetap sendiri

Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi

Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani

Kalau kau mau kuterima kembali
Untukku sendiri tapi

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.




Oleh : Chairil Anwar

Aku

Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi




Oleh : Chairil Anwar

Krawang-Bekasi

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi




Oleh : Chairil Anwar

DIPONEGORO

Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

MAJU

Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti
Sudah itu mati.

MAJU

Bagimu Negeri
Menyediakan api.

Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai

Maju
Serbu
Serang
Terjang



Oleh : Chairil Anwar

Sabtu, 12 September 2009

BUKU TAMU

Silahkan Tinggalkan
Kritik dan Saran




Sastra Indonesia Raya

Template Design by faris vio